Setiap hari, kita selalu berhadapan dengan tanda-tanda. Contohnya, bahasa yang kita pakai, koran yang kita baca atau musik yang kita dengar, papan iklan, lampu lalu lintas, makanan, furniture, gerak tubuh, gaya rambut dan pakaian, semua itu disadari sebagai representasi dari sistem tanda-tanda di dalam masyarakat . Kenyataannya, segala hal yang dapat menghasilkan sebuah makna dapat dipahami sebagai sebuah tanda.
Melalui perspektif linguistik, De Saussure mendefinisikan tanda sebagai relasi yang didaktis antara signifier dan signified . Signifier adalah gambar dari tanda yang kita terima (seperti sebuah kata pada sebuah kertas atau suara di udara), contohnya, kata yang diucapkan seperti “mobil”. Di sini, signifier adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan signified adalah konsep mental yang menjadi acuan signifier, pada contoh ini adalah konsep mental dari mobil itu sendiri. Perlu diperhatikan bahwa dalam tanda bahasa, kedua unsur ini tidak bisa dilepaskan. Tanda bahasa selalu memiliki dua segi ini dimana suatu signifier tanda signified tidak berarti apa-apa karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu Signified tidak mungkin disampaikan atau ditangkap tanpa Signifier.
Mengacu pada Saussure, tidak ada hubungan yang logis antara Signifier dan Signified. Dia melihat bahwa relasi diantara keduanya ini bersifat arbiter, tidak memiliki motivasi dan tidak alamiah. Tidak ada hubungan natural antara huruf “k” dan apa yang ditunjukkan huruf itu, atau antara bunyi “rumah” dan apa yang ditunjukkan bunyi tersebut. Contoh lainnya adalah kata “anjing” (Signifier) yang merujuk pada konsep mental seekor binatang (Signified) dan juga bisa merujuk pada hal lain yang telah ditentukan di dalam masyarakat.
Saussure menawarkan pemahaman mengenai makna, bahwa bahasa itu dibentuk dari relasi dan interaksi antara kata-kata, seperti melawan cara pandang tradisional dalam ilmu bahasa, dimana bahasa dipandang sebagai kumpulan dari kata-kata yang terpisah, dimana masing-masing kata itu memiliki makna yang jelas berbeda. Bahkan, semakin tampak bahwa bukan isi (content) yang menentukan sebuah makna tetapi justru relasi (relation) dengan beberapa macam sistemlah yang menentukan sebuah pemaknaan . Di sini, konsep sungguh terbedakan dan terdefinisikan tidak melalui isi yang positif tetapi secara negatif melalui relasi mereka dengan terminologi lainnya di dalam sebuah sistem.
Sebagai contoh pertama, mari kita lihat kata “laki-laki”, yang memiliki makna “bukan perempuan”, “bukan anak-anak” atau “bukan hewan”. Contoh lainnya, dalam permainan catur, kita tidak perlu tahu darimana permainan ini berasal untuk bermain catur. Asal-usul permainan catur tidak relevan untuk memahami permainaan catur itu sendiri, bahkan dari bahan apa buah catur ini dibuat tidak menyumbangkan sesuatu pun untuk dimengerti. Permainan catur merupakan suatu sistem relasi-relasi di mana setiap buah catur mempunyai fungsinya. Dan sistem itu dikonstitusikan oleh aturan-aturannya. Mengubah aturan untuk menggerakkan kuda berarti mengubah seluruh sistem. Demikian juga dalam bahasa, bahan darimana bahasa itu terdiri tidak mempunyai peranan, yang penting ialah aturan yang mengkonstitusikannya dan susunan unsur-unsur dalam hubungannya satu dengan yang lain. Hal penting adalah relasi-relasi dan oposisi-oposisi yang membentuk sistem itu sendiri. Melalui titik pandang ini, tampak bahwa makna dari sebuah tanda (sign) ditentukan oleh “nilai” dalam dirinya yang membedakanya dengan tanda-tanda yang lain.
Selain Saussure, seorang filsuf Amerika bernama Charles Sanders Peirce mengembangkan teori-teori tentang tanda-tanda dengan menggunakan landasan berpikir logika dan filosofis dengan menjelaskan mengenai proses dari suatu tanda dalam terminologi relasionalitas. Bagaimanapun juga, berbeda dengan relasi didaktis De Saussure, Peirce berbicara mengenai relasi triadik. Memberi tambahan kepada relasi didaktis Saussure akan tanda fisik dan konsep mental, Peirce membedakan “objek” atau makna eksternal (realitas) dengan apa yang dituju atau dimaksudkan oleh tanda itu sendiri. Peirce mendefinisikan tanda sebagai,
“something which stands to somebody for something in some respects or capacity”.
Dengan kata lain, tanda yang dimaksud di sini adalah segala hal yang ada untuk sesuatu yang lain (objek), untuk orang lain (pengamat dan penafsir) dalam beberapa cara dan beberapa hal (latar belakang teks atau konteksnya). Melalui definisi ini, tampak ada dua karakter penting dari tanda yaitu karakter representatif dan interpretatif. Tanda selalu merepresentasi sesuatu yang lain (objek). Objek ini bisa dalam bentuk apapun; nyata ataupun tidak nyata, riil ataupun hanya khayalan saja, semua itu ditunjukkan oleh sebuah tanda. Contohnya, sebuah lukisan atau gambar dari gelas bir (tanda) merepresentasikan gelas bir yang sesungguhnya (objek). Bagaimananpun juga, sebuah gambar hanya bekerja sebagai tanda apabila gambar itu diperhatikan atau diinterpretasikan oleh seseorang. Di sini, konsep mental dari sebuah gelas bir yang ada di dalam benak pemerhati (“interpretant”) sangat mungkin terlihat sebagai sebuah hasil interpretasi itu sendiri. Padahal, perlu dicatat bahwa interpretant itu tidaklah sama dengan penafsir (interpreter), interpretant ini adalah reaksi penerima atas tanda yang merupakan hasil dari interpretasi itu sendiri (sebuah efek dalam benak pemakai tanda). Interpretasi atas tanda tergantung pada latar belakang dan konteks dimana tanda itu berada. Contohnya, sebuah gambar mawar berwarna merah mungkin akan menunjuk pada maksud sebuah bunga yang kongkrit yang ada di sebuah pot bunga atau di lain hal menunjuk pada objek yang abstrak, yaitu cinta atau hasrat romantis, semua itu tergantung dengan bagaimana cara ia berada dan dalam konteks tertentu apa.
Secara ringkas, mengacu pada Peirce, tanda terdiri dari tiga elemen: pertama, tanda yang tampak (bandingkan dengan “Signifier” Saussure), kedua, objek dimana tanda menunjuk, ketiga, “interpretant” dimana tanda lain dalam pikiran dan benak penerima, konsep mental yang dihasilkan oleh tanda dan pengalaman penerima objek sendiri. Interpretant dari sebuah kata “sekolah” dalam beberapa konteks dapat dijadikan sebagai sebuah hasil akhir dari pengalaman seseorang, si penerima kata tersebut, dan dari pengalamannya akan sebuah institusi yang disebut sebagai “sekolah”, sebagai objek (konsep mental yang dapat dibandingkan dengan “the Signified” De Saussure).
Baik Peirce dan Saussure mencoba untuk menjelaskan dengan cara yang berbeda akan makna yang dibawa dalam tanda-tanda. Di sini, Peirce membedakan tiga macam relasi antara tanda dan objek yaitu ikon, indeks, dan simbol. Terminologi ikonik dan relasi arbiter antara Signifier dan Signified Saussurian sangat cocok dengan pemahaman “ikon” dan “simbol” menurut Peirce.
Melalui perspektif linguistik, De Saussure mendefinisikan tanda sebagai relasi yang didaktis antara signifier dan signified . Signifier adalah gambar dari tanda yang kita terima (seperti sebuah kata pada sebuah kertas atau suara di udara), contohnya, kata yang diucapkan seperti “mobil”. Di sini, signifier adalah aspek material dari bahasa: apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan signified adalah konsep mental yang menjadi acuan signifier, pada contoh ini adalah konsep mental dari mobil itu sendiri. Perlu diperhatikan bahwa dalam tanda bahasa, kedua unsur ini tidak bisa dilepaskan. Tanda bahasa selalu memiliki dua segi ini dimana suatu signifier tanda signified tidak berarti apa-apa karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu Signified tidak mungkin disampaikan atau ditangkap tanpa Signifier.
Mengacu pada Saussure, tidak ada hubungan yang logis antara Signifier dan Signified. Dia melihat bahwa relasi diantara keduanya ini bersifat arbiter, tidak memiliki motivasi dan tidak alamiah. Tidak ada hubungan natural antara huruf “k” dan apa yang ditunjukkan huruf itu, atau antara bunyi “rumah” dan apa yang ditunjukkan bunyi tersebut. Contoh lainnya adalah kata “anjing” (Signifier) yang merujuk pada konsep mental seekor binatang (Signified) dan juga bisa merujuk pada hal lain yang telah ditentukan di dalam masyarakat.
Saussure menawarkan pemahaman mengenai makna, bahwa bahasa itu dibentuk dari relasi dan interaksi antara kata-kata, seperti melawan cara pandang tradisional dalam ilmu bahasa, dimana bahasa dipandang sebagai kumpulan dari kata-kata yang terpisah, dimana masing-masing kata itu memiliki makna yang jelas berbeda. Bahkan, semakin tampak bahwa bukan isi (content) yang menentukan sebuah makna tetapi justru relasi (relation) dengan beberapa macam sistemlah yang menentukan sebuah pemaknaan . Di sini, konsep sungguh terbedakan dan terdefinisikan tidak melalui isi yang positif tetapi secara negatif melalui relasi mereka dengan terminologi lainnya di dalam sebuah sistem.
Sebagai contoh pertama, mari kita lihat kata “laki-laki”, yang memiliki makna “bukan perempuan”, “bukan anak-anak” atau “bukan hewan”. Contoh lainnya, dalam permainan catur, kita tidak perlu tahu darimana permainan ini berasal untuk bermain catur. Asal-usul permainan catur tidak relevan untuk memahami permainaan catur itu sendiri, bahkan dari bahan apa buah catur ini dibuat tidak menyumbangkan sesuatu pun untuk dimengerti. Permainan catur merupakan suatu sistem relasi-relasi di mana setiap buah catur mempunyai fungsinya. Dan sistem itu dikonstitusikan oleh aturan-aturannya. Mengubah aturan untuk menggerakkan kuda berarti mengubah seluruh sistem. Demikian juga dalam bahasa, bahan darimana bahasa itu terdiri tidak mempunyai peranan, yang penting ialah aturan yang mengkonstitusikannya dan susunan unsur-unsur dalam hubungannya satu dengan yang lain. Hal penting adalah relasi-relasi dan oposisi-oposisi yang membentuk sistem itu sendiri. Melalui titik pandang ini, tampak bahwa makna dari sebuah tanda (sign) ditentukan oleh “nilai” dalam dirinya yang membedakanya dengan tanda-tanda yang lain.
Selain Saussure, seorang filsuf Amerika bernama Charles Sanders Peirce mengembangkan teori-teori tentang tanda-tanda dengan menggunakan landasan berpikir logika dan filosofis dengan menjelaskan mengenai proses dari suatu tanda dalam terminologi relasionalitas. Bagaimanapun juga, berbeda dengan relasi didaktis De Saussure, Peirce berbicara mengenai relasi triadik. Memberi tambahan kepada relasi didaktis Saussure akan tanda fisik dan konsep mental, Peirce membedakan “objek” atau makna eksternal (realitas) dengan apa yang dituju atau dimaksudkan oleh tanda itu sendiri. Peirce mendefinisikan tanda sebagai,
“something which stands to somebody for something in some respects or capacity”.
Dengan kata lain, tanda yang dimaksud di sini adalah segala hal yang ada untuk sesuatu yang lain (objek), untuk orang lain (pengamat dan penafsir) dalam beberapa cara dan beberapa hal (latar belakang teks atau konteksnya). Melalui definisi ini, tampak ada dua karakter penting dari tanda yaitu karakter representatif dan interpretatif. Tanda selalu merepresentasi sesuatu yang lain (objek). Objek ini bisa dalam bentuk apapun; nyata ataupun tidak nyata, riil ataupun hanya khayalan saja, semua itu ditunjukkan oleh sebuah tanda. Contohnya, sebuah lukisan atau gambar dari gelas bir (tanda) merepresentasikan gelas bir yang sesungguhnya (objek). Bagaimananpun juga, sebuah gambar hanya bekerja sebagai tanda apabila gambar itu diperhatikan atau diinterpretasikan oleh seseorang. Di sini, konsep mental dari sebuah gelas bir yang ada di dalam benak pemerhati (“interpretant”) sangat mungkin terlihat sebagai sebuah hasil interpretasi itu sendiri. Padahal, perlu dicatat bahwa interpretant itu tidaklah sama dengan penafsir (interpreter), interpretant ini adalah reaksi penerima atas tanda yang merupakan hasil dari interpretasi itu sendiri (sebuah efek dalam benak pemakai tanda). Interpretasi atas tanda tergantung pada latar belakang dan konteks dimana tanda itu berada. Contohnya, sebuah gambar mawar berwarna merah mungkin akan menunjuk pada maksud sebuah bunga yang kongkrit yang ada di sebuah pot bunga atau di lain hal menunjuk pada objek yang abstrak, yaitu cinta atau hasrat romantis, semua itu tergantung dengan bagaimana cara ia berada dan dalam konteks tertentu apa.
Secara ringkas, mengacu pada Peirce, tanda terdiri dari tiga elemen: pertama, tanda yang tampak (bandingkan dengan “Signifier” Saussure), kedua, objek dimana tanda menunjuk, ketiga, “interpretant” dimana tanda lain dalam pikiran dan benak penerima, konsep mental yang dihasilkan oleh tanda dan pengalaman penerima objek sendiri. Interpretant dari sebuah kata “sekolah” dalam beberapa konteks dapat dijadikan sebagai sebuah hasil akhir dari pengalaman seseorang, si penerima kata tersebut, dan dari pengalamannya akan sebuah institusi yang disebut sebagai “sekolah”, sebagai objek (konsep mental yang dapat dibandingkan dengan “the Signified” De Saussure).
Baik Peirce dan Saussure mencoba untuk menjelaskan dengan cara yang berbeda akan makna yang dibawa dalam tanda-tanda. Di sini, Peirce membedakan tiga macam relasi antara tanda dan objek yaitu ikon, indeks, dan simbol. Terminologi ikonik dan relasi arbiter antara Signifier dan Signified Saussurian sangat cocok dengan pemahaman “ikon” dan “simbol” menurut Peirce.
No comments:
Post a Comment