Berbicara tentang candi mendut, tidak bisa dipisahkan dengan candi yang ada di sekitarnya yaitu candi Borobudur dan candi Pawon. Candi Mendut berjarak kurang lebih 2.9 Km dari candi Borobudur. Melihat daerah ini, candi mendut tidaklah bisa dilepaskan dengan alam budaya Jawa Tengah yaitu pertanian. Alur pemikiran pertanian akan sangat menentukan dan memberi warna dalam memahami wujud, struktur, fungsi dan makna budaya candi tersebut.
Masyarakat Jawa hidup dengan bertani. Sawah merupakan buatan manusia dengan membuka hutan. Pertanian memerlukan banyak tenaga kerja dan sistem pengairan yang teratur. Hal ini melahirkan pengaturan yang sentralistik karena sawah pengairannya tidak berasal dari air hujan tetapi mengandalkan pengairan sungai. Kalau tidak ada yang mengatur maka satu sama lain akan saling berebut air untuk mengairi sawah mereka. Pengaturan itu bersifat memusat pada satu orang yang disebut ulu-ulu.
Sebagai masyarakat sawah, orang Jawa secara primordial menganut pembagian ruang keblat papat lima pancer, yaitu empat arah dengan satu pusat. Segala bidang kehidupan diatur sesuai dengan prinsip empat arah mata angin dan satu pusat di tengah-tengahnya. Pusat itu diyakini sebagai tempat berkonsentrasinya kekuasaan kosmik. Dan di candi mendut ini, empat arah mata angin akan sangat kentara dan mewarnai setiap aspek pemahaman kosmisnya, terlebih ditunjukkan oleh bentuk bangunan mendut sendiri.
BENTUK CANDI DAN PERBANDINGAN UKURANNYA
Bentuk candi mendut ini mau mengatakan mengenai pembagian kosmik masyarakat primordial yaitu ke dalam tiha bagian: kaki, badan dan kepala. Pembagian ini adalah sama dengan pembagian dunia bawah yaitu dunia dimana manusia itu tinggal, dunia atas dimana merupakan tempat sakral para dewa-dewa tinggal, dan dunia tengah sebagai tempat pertemuan dunia atas dan dunia bawah. Dan, di dunia tengah inilah, para pemuja melakukan pujiannya di dalam candi. Mereka berdoa dan melakukan peribadatan di tempat ini.
Hal ini mau mengatakan bahwa manusia yang adalah bagian dari dunia bawah dapat berhubungan dengan para dewa-dewa melalui dunia tengah itu sendiri yang ditunjukkan pada bagian mendut yang di tengah.
Selain itu, arsitek bangunan mendut ini selain dengan pembagian jelas kaki, badan dan kepala, ternyata juga menciptakan suatu rumusan perbandingan untuk setiap bagian itu. Perbandingan nya adalah 4 : 6 : 9 untuk ukuran bagian kaki, badan dan kepala candi.
Perbandingan ini mau menyatakan alam pemikiran primordial saat itu yaitu keblat papat lima pancer. Di sini tampak adanya 9 titik pada setiap ujungnya dengan 1 titik pusatnya di tengah. Hal ini pada candi mendut menunjuk pada dunia atas dimana adalah tempat yang sempurna dengan satu titik di tengahnya. Dan bila melihat perbandingan yang lainnya adalah 6 dan 3 adalah semuanya itu merupakan kelipatan bilangan 3. Dimana, makin ke bawah dunianya, maka akan semakin kecil juga pembagian tinggi bagian bangunannya. Dunia bawah adalah setengahnya dari dunia tengah atau badan candi. Dan Dunia atas adalah kelipatan tiga yang paling besar karena merupakan dunia dewa-dewa yang memang jauh lebih besar dan sakral daripada dunia bawah tempat manusia tinggal dan oleh dunia tengah.
Bentuk mandala ini adalah bagian dari dunia atas yang merupakan bentuk yang bagi masyarakat Jawa adalah bentuk yang sempurna mengingat adalah merupakan juga bentuk kembangan dari empat arah mata angin. Setiap cincin yang makin naik ke atas terdapat stupa kecil yang memilki perbandingan jumlah 8 , 16 dan 24. Perbandingan ini memilki makna yang tidak jauh berbeda dengan yang sebelumnya. Tetapi perlu dilihat kemali bahwa ini adalah bagian dari atap candi yang secara tidak langsung memakai model mengkerucut ke atas kepada satu titik di tengah.
Alam pemikiran masyarakat primordial adalah empat penjuru dengan satu titik di tengah sebagai pusatnya. Dan dalam atap ini mengkerucut ke atas sebagai pusat yang tertinggi sebagai bagian dari Yang Ilahi, yang satu dan transenden. Yang jika dibandingkan dengan dunia bawah sangat jauh sekali di bawahnya dengan semakin lebarnya permukaan. Hal ini menandakan pada dunia bawah sangat besar sekali cakupannya dan banyak sekali manusia yang ada pada duniwa bawah tersebut dan bergerak ke atas menuju yang Satu yang transenden itu.
Selain itu, bentuk kepala candi ini juga mau mengatakan tentang adanya suatu perkawinan kosmis antara dua hal yang bertentangan. Di dalam pemikiran primordial, perkawinan itu adalah antara bentuk penis dan vagina dan distukan di dalam bentuk yang mencangkup semuanya dan dianggap memiliki suatu daya magi tersendiri yang beitu hebatnya.
Kita dapat melihat bahwa ujung atap adalah seperti bentuk penis pria yang berdiri tegak, dan yang di bawahnya yang lebih besar adalah bentuk vagina. Menilik pada perkembangan bentuknya, maka sama seprti bentuk menhir yang berdiri dan bentuk dolmen yang tidur. Lalu disatukanlah kedua bentuk dalam perkembangannya dengan agama Budha.
No comments:
Post a Comment