Aug 27, 2008

Soedjatmoko


Kesadaran Historis dan Ahistoris

Kesadaran historis itu harus dibedakan dengan kesadaran ahistoris dalam konteks membangun masyarakat

Hal pertama yang harus dilihat adalah bahwa Soedjatmoko senantiasa menaruh segala pemikirannya di dalam ranah otonomi dan kebebasan. Hal inilah yang akan menjadi titik tolak bagi kita ketika membahas kesadaran historis manusia di dalam membangun masyarakat yang terlebih dahulu haruslah dibedakan dengan kesadaran ahistoris. Pentingnya pembedaan dua kesadaran itu adalah karena pertama-tama merusak dan bahkan mengaburkan arti otonomi dan kebebasan setiap orang. Di sini, Soedjatmoko merasa bahwa kesadaran ahistoris mengancam dua unsur penting dalam diri manusia itu sendiri; otonomi dan kebebasannya.

Membatasi kebebasan berpikir
Menjadi suatu kecenderungan yang sangat jelas bahwa kesadaran ahistoris memiliki suatu kecenderungan yang kurang baik bagi kebebasan berpikir manusia, bahkan bertendensi destruktif pada pola pikir manusia yang nantinya juga akan merembet terus ke dalam hal praktis kesehariannya. Dan disinilah terjadi permasalahan karena kesadaran menjadi dasar dari semua hal yang dilakukan setiap orang, yang memiliki andil di dalam membangun masyarakat secara lebih luas itu sendiri.
Pemahaman kesadaran ahistoris di sini bukanlah sekadar berkaitan dengan sejarah saja yang dilakukan, dialami dan ditentukan oleh setiap orang, tetapi lebih pada akan apa yang terjadi di dalamnya serta perkembangan apa saja yang ada dan bahkan berkaitan juga dengan benturan-benturan dalam kesadaran setiap orang tersebut yang semakin terbuka dengan kemajuan jaman, terlebih dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi.
Hal yang cukup jelas dapat terlihat di dalam pola pikir masyarakat pra-modern atau dengan kebudayaan mistik yang bahkan sampai saat ini masih tetap ada dan terus terlestarikan oleh sebab konstruksi sosial kultural masyarakat tersebut yang, entah itu tidak berani melepaskannya atau bahkan dengan sendirinya masyarakat tidak mau untuk meninggalkan pola pikir akan kesadaran tersebut. Contoh yang nyata ada dalam masyarakat adalah begitu terpakunya pada mistik dalam pembangunan itu sendiri; untuk membangun sarana, infrastruktur haruslah disesuaikan dulu dengan, entah itu wejangan memek moyang, primbon, dll. Demikian juga dengan pengambilan-pengambilan keputusan yang begitu kentalnya dipengaruhi dengan nudaya mistik itu sendiri sehingga sedikit dan bahkan cenderung meninggalkan asas logis dan sistematis yang sebenarnya mutlak diperlukan.
Hal seperti inilah yang bagi sudjatmoko sebagai sebuah kesadaran ahistoris yang haruslah benar-benar dibedakan dan bahkan dibuang jauh-jauh dalam kesadaran yang ada dalam masyrakat. Mengapa? Sekali lagi kita harus kembali pada kata kebebasan dan otonomi tiap individu tersebut. Di sini, otonomi dan kebebasan menjadi semakin tersingkir oleh segala hal itu tadi. Individu terkukung, terkontaminasi dan bahkan tersingkirkan oleh kesadaran a-historis tersebut dalam menentukan dirinya sendiri.
Dan hal inilah yang bagi sudjatmoko akan merusak pembangunan manusia itu sendiri, tidak hanya dalam segala hal praktisnya seperti pembangunan fisik, pembangunan ekonomi tetapi juga termasuk di dalamnya adalah pembangunan manusia itu sendiri atas otonomi dan kebebasannya untuk menentukan dirinya sendiri tanpa dikukung oleh hal-hal a-historis seperti mistis.
Pembedaan ini mengarahkan manusia untuk melihat secara lebih gamblang bahwa segala pembangunan itu merupakan sekali lagi mutlak historis dalam artian bahwa sejalan dengan perkembangan ilmu dan pengetahuan manusia itu sendiri; dalam hal ini dapat dilihat dari perkembanagn teknologi khususnya. Dan sekali, bukan karena segala aspek-aspek a-historis yang sungguh sebenarnya tidak membangun tetapi justru mengukung ,mengurangi dan bahkan menghilangkan kebebasan dan otonomi manusia itu snediri dalam membangun, mengisi dan menjalankan rentetan perkembangan sejarah hidupnya dari waktu yang satu ke waktu yang lain.

No comments: