Dewasa ini, kita senatiasa dibanjiri oleh beragam informasi. Entah itu penting atau tidak, perlu atau tidak perlu, baik atau tidak baik menjadi sebuah kategori-kategori yang ternyata tidak patut lagi untuk dipertanyakan. Tepatnya adalah bahwa informasi-informasi tersebut membanjiri kita dan menyeret kita pada sebuah keadaan dimana kita dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa dunia dimana kita tinggal ini selalu berubah dan berganti dengan cepatnya. Segala hal yang kita hadapi senantiasa berubah. Perubahan-perubahan itu semakin menjadi jelas ketika iklan menjadi sebuah alat perkasa yang dipakai oleh banyak pihak untuk menyampaikan informasi-informasi tersebut. Setiap hari kita disuguhi oleh iklan telepon seluler model terbaru dengan beragam fitur dan kelebihan yang memanjakan kita. Bahkan, setiap kali kita juga diberondong oleh iklan dari produk-produk terbaru yang konon dapat membuat kita nyaman dan tenteram.
Informasi-informasi yang dibungkus dalam bentuk iklan senantiasa menjadi makanan wajib yang harus kita telan setiap hari tanpa sempat kita kunyah terlebih dahulu. Akibatnya, kita bahkan tidak sempat menyadari dan mengetahui apa yang sudah kita telan itu sendiri. Padahal, iklan secara tidak langsung telah membentuk cara berpikir dan mengarahkan sebuah proses makna tertentu dalam diri setiap orang yang menerimanya, entah itu secara sadar maupun tidak.
Iklan tidak lagi sekadar sebuah informasi tentang barang dagangan yang dijual, iklan tidak lagi sekadar tulisan humor untuk menarik perhatian bagi produk sebuah perusahaan. Iklan bisa menjadi lebih dari sekadar itu semua, di satu sisi dia adalah pemberi penjelasan sebuah produk kecantikan, tetapi di satu sisi dia adalah juga penentu paradigma berpikir akan makna kulit putih serta tubuh langsing pada konsep kecantikan setiap wanita. Dia adalah pemberi gambaran salah satu gaya hidup koboy di Amerika jaman dulu dengan kuda dan bantengnya, sekaligus adalah pembentuk identitas maskulinitas dengan beragam atributnya. Iklan hanya sekadar informasi barang dagangan yang tampil setiap sepuluh menit di televisi, tetapi sekaligus juga menjadi penentu keputusan konsumen ketika berbelanja karena di kepalanya terlalu sering melihat barang tersebut di televisi.
Beragam kritik filosofis dan praktis yang senantiasa hadir mengiringi kesuksesan iklan dalam peranannya di tengah-tengah peradaban manusia menjadi sebuah hal yang sangat wajar dan sekaligus menunjukkan bahwa iklan dalam kehidupan modern saat ini menjadi sedemikian penting dan diperhitungkannya.
Iklan menjadi sebuah karya manusia yang harus diwaspadai, diawasi bahkan harus dicurigai karena ternyata memang tidak dapat dipungkiri bahwa beragam efek negatif dari iklan selalu hadir dan ada dalam kehidupan manusia. Kemampuan reflektif dan pemaknaan manusia semakin menyadari semua hal itu. Proses makna yang dihadirkan dan dihasilkan oleh iklan yang dibuat oleh manusia sendiri justru menjadi semacam bumerang yang menyerang manusia; yang menentukan dan bahkan menjerumuskan manusia untuk ikut dalam kerangka berpikir iklan tersebut. Dengan kata lain, ketika kita tidak mengikuti paradigma berpikir yang ada dalam kehidupan sekarang, yang memang ditentukan oleh iklan, kita dianggap bukan sebagai manusia yang normal. Bagaimana jadinya bila kita mendefinisikan wanita cantik adalah wanita yang hitam, gemuk berlemak, berambut gimbal, sementara iklan yang kita terima setiap hari dengan definisi wanita cantik yang ia tawarkan menampilkan modelnya yang langsing, putih, kurus terus membanjiri ranah berpikir kita tanpa henti? Di sini, iklan sungguh negatif.
Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa ketika semua hal tersebut dilihat dari cara berbikir yang berbeda, iklan sungguh menjadi sebuah potensi positif yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tidak ada yang salah dalam iklan, yang menjadikannya melulu hanya negatif adalah perbedaan cara berpikir saja yang selalu mengarahkan kita pada sebuah perspektif yang hanya negatif dan melupakan beragam sisi lain yang sesunguhnya menunjukkan potensi positif yang jauh lebih besar.
Tidak ada yang salah dalam iklan. Demikianlah adanya, sejak dari perencanaannya, dunia iklan melakukan riset memadai mengenai perilaku manusia; perilaku konsumen, impuls-impulsnya, dan itu yang akan dieksploitasi dalam strategi pengiklanan. Dengan bahasa iklan yang memang adalah bahasa rayuan, menjustifikasi dan mendorong impuls mengonsumsi memang seakan-akan negatif ketika dibandingkan dengan bahasa jurnalistik atau akademik yang mempertanyakan, mengusik dan menggugat.
Dalam kerangka relasinya dengan kebudayaan, iklan ternyata sungguh membangun. Entah dalam tataran filosofis maupun praktis, iklan memberikan sumbangsih yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahkan, penciptaan proses makna yang dihadirkan oleh iklan itu sendiri tidak dapat dipungkiri tidak selalu negatif, bahkan, pergerakan gaya komunikasi iklan akhir-akhir ini justru menunjukkan hal yang sangat positif. Pesan-pesan moral, spiritual dan sosial menjadi tema-tema yang secara nyata sangat mudah kita temui dalam kehidupan kita sekarang ini dalam beragam iklan yang hadir entah itu di televisi, media cetak maupun papan-papan iklan di pinggir jalan.
Upaya reinterpretasi akan iklan ini ternyata memberikan udara yang sangat segar dan memberikan pencerahan tertentu terhadap pemahaman kita akan iklan yang kita hadapi dalam kehidupan kita setiap hari.
Informasi-informasi yang dibungkus dalam bentuk iklan senantiasa menjadi makanan wajib yang harus kita telan setiap hari tanpa sempat kita kunyah terlebih dahulu. Akibatnya, kita bahkan tidak sempat menyadari dan mengetahui apa yang sudah kita telan itu sendiri. Padahal, iklan secara tidak langsung telah membentuk cara berpikir dan mengarahkan sebuah proses makna tertentu dalam diri setiap orang yang menerimanya, entah itu secara sadar maupun tidak.
Iklan tidak lagi sekadar sebuah informasi tentang barang dagangan yang dijual, iklan tidak lagi sekadar tulisan humor untuk menarik perhatian bagi produk sebuah perusahaan. Iklan bisa menjadi lebih dari sekadar itu semua, di satu sisi dia adalah pemberi penjelasan sebuah produk kecantikan, tetapi di satu sisi dia adalah juga penentu paradigma berpikir akan makna kulit putih serta tubuh langsing pada konsep kecantikan setiap wanita. Dia adalah pemberi gambaran salah satu gaya hidup koboy di Amerika jaman dulu dengan kuda dan bantengnya, sekaligus adalah pembentuk identitas maskulinitas dengan beragam atributnya. Iklan hanya sekadar informasi barang dagangan yang tampil setiap sepuluh menit di televisi, tetapi sekaligus juga menjadi penentu keputusan konsumen ketika berbelanja karena di kepalanya terlalu sering melihat barang tersebut di televisi.
Beragam kritik filosofis dan praktis yang senantiasa hadir mengiringi kesuksesan iklan dalam peranannya di tengah-tengah peradaban manusia menjadi sebuah hal yang sangat wajar dan sekaligus menunjukkan bahwa iklan dalam kehidupan modern saat ini menjadi sedemikian penting dan diperhitungkannya.
Iklan menjadi sebuah karya manusia yang harus diwaspadai, diawasi bahkan harus dicurigai karena ternyata memang tidak dapat dipungkiri bahwa beragam efek negatif dari iklan selalu hadir dan ada dalam kehidupan manusia. Kemampuan reflektif dan pemaknaan manusia semakin menyadari semua hal itu. Proses makna yang dihadirkan dan dihasilkan oleh iklan yang dibuat oleh manusia sendiri justru menjadi semacam bumerang yang menyerang manusia; yang menentukan dan bahkan menjerumuskan manusia untuk ikut dalam kerangka berpikir iklan tersebut. Dengan kata lain, ketika kita tidak mengikuti paradigma berpikir yang ada dalam kehidupan sekarang, yang memang ditentukan oleh iklan, kita dianggap bukan sebagai manusia yang normal. Bagaimana jadinya bila kita mendefinisikan wanita cantik adalah wanita yang hitam, gemuk berlemak, berambut gimbal, sementara iklan yang kita terima setiap hari dengan definisi wanita cantik yang ia tawarkan menampilkan modelnya yang langsing, putih, kurus terus membanjiri ranah berpikir kita tanpa henti? Di sini, iklan sungguh negatif.
Meski demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa ketika semua hal tersebut dilihat dari cara berbikir yang berbeda, iklan sungguh menjadi sebuah potensi positif yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Tidak ada yang salah dalam iklan, yang menjadikannya melulu hanya negatif adalah perbedaan cara berpikir saja yang selalu mengarahkan kita pada sebuah perspektif yang hanya negatif dan melupakan beragam sisi lain yang sesunguhnya menunjukkan potensi positif yang jauh lebih besar.
Tidak ada yang salah dalam iklan. Demikianlah adanya, sejak dari perencanaannya, dunia iklan melakukan riset memadai mengenai perilaku manusia; perilaku konsumen, impuls-impulsnya, dan itu yang akan dieksploitasi dalam strategi pengiklanan. Dengan bahasa iklan yang memang adalah bahasa rayuan, menjustifikasi dan mendorong impuls mengonsumsi memang seakan-akan negatif ketika dibandingkan dengan bahasa jurnalistik atau akademik yang mempertanyakan, mengusik dan menggugat.
Dalam kerangka relasinya dengan kebudayaan, iklan ternyata sungguh membangun. Entah dalam tataran filosofis maupun praktis, iklan memberikan sumbangsih yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bahkan, penciptaan proses makna yang dihadirkan oleh iklan itu sendiri tidak dapat dipungkiri tidak selalu negatif, bahkan, pergerakan gaya komunikasi iklan akhir-akhir ini justru menunjukkan hal yang sangat positif. Pesan-pesan moral, spiritual dan sosial menjadi tema-tema yang secara nyata sangat mudah kita temui dalam kehidupan kita sekarang ini dalam beragam iklan yang hadir entah itu di televisi, media cetak maupun papan-papan iklan di pinggir jalan.
Upaya reinterpretasi akan iklan ini ternyata memberikan udara yang sangat segar dan memberikan pencerahan tertentu terhadap pemahaman kita akan iklan yang kita hadapi dalam kehidupan kita setiap hari.
No comments:
Post a Comment