Aug 27, 2008

CANDI MENDUT (Ruangan dalam candi)




Bentuk pembagian seperti ini dengan adanya pelataran, ruang depan, wilayah pemujaan dan ruang Budha, mau menunjukkan betapa alam pemikiran primordial masyarakat Jawa sangat kentara. Bentuk layout seperti ini dengan pembagiannya, sama persis dengan layout bentuk rumah masyarakat di Jawa pada umumnya.
Pada rumah jawa, pembagiannya yaitu pendopo, peringgitan dan dalem. Di dalam Dalem ini terdapat pasren yang diapit dua senthong pada kiri dan kanannya.
Yang mana semuanya itu dapat disamakan dengan layout pada candi mendut itu sendiri yaitu makin ke dalam bangunan adalah wilayah yang suci dan sakral, pendopo adalah ruang depan candi dimana setiap orang dapat masuk kesana. Mayarakat jawa menerima tamu atau orang luar yang masuk ke dalam rumahnya di tempat ini, dan demikian juga dengan bangunan candi dimana setiap orang yang mau masuk harus melewati ruang ini dimana ia mulai diterima di dalamnya. Kemudian peringgitan yang merupakan tempat pemujaan dimana bertemunya orang rumah dengan tamu itu sendiri yang sudah masuk. Ruangan ini merupakan tempat umat Budha melakukan pemujaan kepada sang Budha. Tempat ini adalah tempat bertemunya yang ilahi dengan yang duniawi. Yaitu tempat dimana Budha juga dapat berkomunikasi dengan manusia, yang bagi masyrakat Jawa, Yang Ilahi itu adalah perwujudan dari pasren yang juga sama posisinya dengan Budha, yaitu berada di paling dalam bagunan.
Semakin dalam tempatnya, maka semakin sakral-lah tempat itu karena di dalamnya terdapat Yang Ilahi tersebut.


Bila melihat lebih jauh, Pasren ini berasal dari gabungan kata pas – sri – an . Sri ini pada masyarakat jawa yang adalah masyarakat pertanian, adalah Dewi Sri. Yaitu dewi padi, dewi kesuburan. Dewi ini menunjukkan bahwa ia adalah bagian dari dunia atas sehingga terletak pada ruang sakral paling dalam. Dan hal ini ditampakkan juga dalam layout candi mendut itu sendiri, dimana Budha adalah merupakan bagian dari dunia atas sehingga terletak di bagian paling dalam candi, ruang sakral.
Demikian juga pada kata peringgitan yang berasal dari kata gabungan kata pe – ringgit – an. Disini, ringgit artinya adalah wayang. Sebagaimana yang kita ketahui, wayang adalah saat dimana terjadinya suatu perkawinan kosmik yang menghadirkan Yang Ilahi saat itu. Wayang menjadi semacam sarana kehadiran Yang Ilahi secara nyata sehingga terjadilah pertemuan tersebut.

Bila kita melihat secara seksama pada ketiga patung ini maka terdapat suatu perbedaan yang sangat mencolok. Patung Avalokitesvara dan Vajrapani sama-sama menaikan salah satu kakinya tetapi bertolak belakang, yang satu menaikkan kaki kirinya, dan yang lain, kaki kanannya. Demikian juga dengan posisi tangan yang berkebalikan satu sama lain. Tetapi bila melihat Budha yang diapitnya, dia dalam posisi sempurna.
Disini kita dapat mengambil dua tafsir dalam pemikiran primordial yaitu bahwa Budha menjadikan dua hal yang berada di sebelah kiri dan kanannya yang berseberangan dan berbalikan menjadi satu di dalam dirinya. Dua hal yang paradoks diharmonikan di tengah. Di sini, posisi sempurna Budha dapat juga dinyatakan sebagai bentuk sinergis dari perkawinan kosmis tersebut.
Tafsir lainnya adalah dengan melihat sevara lebih jelas pembagian dan peletakkan kedua patung tersbut di dalamkeseluruhan candi.

Dari gambar tersebut, sebenarnya sangat jelas sekali bagaimana dua patung di sisi Budha yang bertolak belakang itu sama dengan alam pemikiran Jawa. Yaitu Wayang. Di candi itu, dua paradoks tersebut dikawinkan dan diharmonikan oleh Budha yang ada di tengahnya. Demikian juga dengan wayang, dimana ia juga menaroh di sebelah kiri dan kanan dalang, wayang-wayang berjejeran tetapi saling bertolah belakang karena tidak ada yang semuanya menghadap ke kiri atau semuanya menghadap ke kanan.
Dalang, bagi masyarakat Jawa menjadi semacam pengantara manusia dengan Yang Transenden. Dalang melalui lakon yang dimainkannya dirasa memiliki kemampyuan untuk medatangkan daya-saya sinergis dari dua paradoks yang ditampilkan oleh arah wayang di sebelah kiri dan kanannya yang saling bertolak belakang satu-sama lain.









No comments: