Struktur Pesan dari Iklan
Mengacu pada Morris, dia mendefinisikan sintaksis ini dalam tiga pemahaman yaitu: 1.Sintaksis sebagai “kesadaran atas tanda-tanda dan kombinasi-kombinasinya sejauh itu semua adalah sebagai subjek bagi “hukum sintaksis”. 2.Sintaksis sebagai studi atas cara-cara dimana tanda-tanda dari keberagaman kelas dikombinasikan bagi bentuk campuran tanda-tanda. 3.Sintaksis sebagai studi atas relasi formal tanda-tanda satu dengan yang lainnya.
Gaya Komunikasi Iklan
Untuk menyampaikan pesannya, iklan menggunakan gaya komunikasi secara langsung “direct communication style” atas produk ataupun keistimewaan suatu merek, macam-macamnya, kelebihan ataupun kegunaannya bagi konsumer. Selain itu, iklan juga menggunakan gaya komunikasi tidak langsung “indirect communication style”. Meskipun beberapa penulis, baik itu dari semiotika dan literatur periklanan, telah medisiskusikan mengenai perbedaan direct-indirect communication, mereka mengunakan terminologi yang berbeda yang mengacu pada konsep yang sama atau menggunakan terminologi yang sama untuk konsep yang berbeda. Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 3.1, terminologi direct-indirect ini mengarah pada tingkatan pesan, tuntutan iklan atau pada penarikan kesimpulan dari pesan itu sendiri dari suatu figur iklan.
Pada tingkatan bentuk pesan, mengacu pada iklan televisi, kita dapat membedakan antara bentuk ceramah dan drama di dalamnya. Ceramah sangat tampak terlihat sebagai contoh dari gaya komunikasi langsung ketimbang drama yang tampak sebagai bentuk dari gaya komunikasi tidak langsung. Perlu dicatat disini bahwa bagaimanapun juga ketika iklan menggunakan bentuk ceramah untuk menyampaikan suatu pesan, dia juga tetap mengandung segi-segi figuratif (tidak langsung) dan pesan yang implisit.
Tingkatan pesan Gaya komunikasi iklan
Direct (open teks),
secara langsung Indirect (closed text),
tidak langsung
Bentuk pesan Ceramah Drama
Tuntutan pesan Literal Figuratif
Kesimpulan pesan Eksplisit Implisit
Pada tingkatan tuntutan pesan dalam iklan, perbedaan akan sangat tampak dalam bentuk iklan literal dan iklan figuratif itu sendiri serta penambahan pada keduanya, atau antara iklan perbandingan yang eksplisit dan iklan yang tanpa perbandingan eksplisit menunjukkan sebuah kompetisi produk atau merek tertentu. Selanjutnya, dalam tataran penarikan kesimpulan, tampak ada perbedaan penggambaran sebuah iklan antara kesimpulan yang implisit maupun eksplisit. Demikian juga perbedaan antara iklan yang “hard sell” dan “soft sell” sebanding dengan dikotomi direct dan indirect tadi.
Dari sudut pandang semiotik, Eco (1986) membedakan antara teks “terbuka” dan teks “tertutup”. Teks terbuka berarti “bisa dimengerti sebagaimana yang diharapkan oleh individu-individu suatu kelompok tertentu”. Di lain pihak, teks tertutup yang dimaksud adalah “terbuka pada berbagai macam kemungkinan pengkodean “yang menyimpang”.
Semua itu mau mengatakan bahwa iklan dalam gaya komunikasi yang tidak langsung menggunakan cara semantik yang “closed text”, dimana cakupan kemungkinan interpretasi dapat diduga. Di sisi lain, iklan yang menggunakan gaya komunikasi langsung (direct communication) bekerja pada tingkatan tuntutan suatu pesan yang langsung.
Struktur figur Retoris
Di dalam iklan, bentuk pesan-pesan retoris kerapkali digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan tertentu. Di dalam konteks periklanan ini , figur retoris yang memberikan banyak sekali manfaat; menarik perhatian, mengarahkan pada sebuah mood yang positif, menciptakan simpati dan penghargaan atau penerimaan atas pesan-pesan iklan itu sendiri, atau mengkomunikasikan intisari dari pesan iklan secara cepat dan efektif. Lebih lanjut, figur retoris dalam iklan digunakan untuk mengkomunikasikan karakteristik abstrak dan kelebihan-kelebihan dari suatu produk atau suatu merek bagi konsumen.
Menurut Durand dalam The Creation of Meaning in Advertising, terdapat klasifikasi dari figur retoris ini, yang terbagi dalam dua kriteria yaitu “pengerjaan retoris” dan relasi antara elemen-elemen terkait (relasi antara tanda-tanda di dalam iklan). Dia membedakan empat tipe dari pengerjaan dalam figur retoris ini, yaitu “penambahan”, satu atau beberapa elemen ditambahkan dalam kata, kalimat atau gambar di dalam iklan. Lalu, “supresi” penekanan/penyembunyian satu atau beberapa elemen (seperti pengguna produk, nama merek atau produk itu sendiri) di dalam iklan ditekan, dikeluarkan dan disembunyikan. Yang ketiga, yaitu “subtitusi”, salah satu elemen di dalam iklan disembunyikan lalu digantikan dengan yang lain. Lalu yang terakhir adalah “penukaran” dua elemen timbal balik. Dengan “penukaran” ini, dua atau lebih elemen dalam sebuah kalimat atau gambar akan diubah atau justru pesannya yang akan berubah.
Figur dari penambahan
Di dalam iklan, kata –kata, suara, bunyi atau gambar yang sama kerapkali diproduksi dan diulang beberapa kali (repetisi). Alliteration (pemakaian kata yang sama bunyi) merupakan contoh dari repetisi suara tersebut. Contoh dari aliterasi di dalam iklan adalah pada slogan-slogan seperti “Kerempeng.. mana keren!” (L-men), “Gak ada lu, gak rame” (Sampoerna Hijau), “Sosro.. ahlinya teh” (Sosro), Fruit tea, ngejutin terus, sosro ahlinya teh (Fruit tea), “Kalo gue yang dingin, kenapa lu yang panas?” (A-mild), “seneng liat orang susah, susah liat orang seneng” (A-mild), “Regent, dibenci hama disukai petani” (Regent), “Ibu yang bijak pilih Hit” (Hit anti nyamuk), “Buat anak kok coba-coba” (Minyak kayu putih Caplang.) “Karena rasa adalah segalanya” (kondom Fiesta).
Contoh pengulangan dalam bentuk gambar (pictorial) adalah pada iklan televisi “setelah jam delapan” dimana iklan selalu menampilkan produk yang sama sebanyak beberapa kali di televisi, dengan pengulangan itu, gambar menjadi efektif untuk menandakan frekuensi yang optimal untuk menunjukkan kestabilan kualitas dari sebuah produk. Demikian juga pada papan-papan iklan di pinggir-pinggir jalan yang sedemikian besarnya dalam jangka waktu beberapa minggu tidak berganti. Pengulangan yang terjadi adalah bahwa kita yang melewati jalan itu-lah yang senantiasa mengulang “kesempatan” melihatnya setiap hari. Di sini, selanjutnya, pengulangan juga menyimbolkan keberlimpahan sebuah produk dan perusahaan. Pengulangan produk yang tampil dalam toko-toko atau papan iklan di pinggir jalan itu juga memberi kesan betapa produknya itu sungguh berkualitas dan mapan.
Pemahaman yang lainnya adalah figur penambahan, yaitu dengan menambahkan beberapa elemen yang menyerupainya (komparasi) seperti variasi produk (contohnya adalah rasa yang berbeda, ukuran, warna yang berbeda pada produk yang sama), hal ini terlihat jelas pada beberapa iklan minuman ringan; “rasa strawbery, blueberry, orange, blackcurrant” (iklan Fruit Tea), “rasa apel, rasa strawbery, anggur” (iklan kondom Fiesta) atau juga komparasi situsi penggunaan produk, “hujan ataupun panas” (iklan cat Danapaint), ataupun komparasi para pengguna produk itu sendiri, “pria, wanita, muda, tua, anak-anak semua masuk” (iklan mobil Kia Carrens).
Mari kita lihat juga dalam sebuah iklan cat yang menampilkan beberapa gambar dari orang-orang yang berbeda yang memakai warna yang berbeda tetapi sama merek untuk mengecat rumahnya. Bagaimanapun juga, apabila orang yang berbeda mengunakan produk yang berbeda dengan cara yang bebeda tanpa ada kesamaan relasionalnya yang ditunjukkan bersama (akumulasi), ini bukanlah lagi figur yang menyerupai dan memiliki kesamaan.
Figur lain dari penambahan ini adalah penambahan dua unsur yang berhubungan tetapi justru dalam sebuah relasi yang berlawanan (anti tesis). Contohnya adalah hitam lawan putih, pria-wanita ataupun anak-anak lawan orang dewasa. Beberapa bentuk yang tampil sebagai anti tesis dalam iklan adalah sebauh oposisi antara dua gambar yang dipisahkan dengan garis vertikal dengan tujuan untuk menunjukkan kompetisi produk-produk itu sendiri. contohnya adalah perbandingan antara dua merk dalam perusahaan jasa pengiriman barang (FedEx yang menampilkan sebuah kardus FedEx (Federal Express) yang terbuka dan di dalamnya ada kardus kecil dengan sedikit torehan tulisan DHL (pesaingnya) yang tersamar) seperti ditunjukan dalam gambar 3.4, atau anti tesis berupa dua situasi yang berbeda seperti sebelum dan sesudah produk itu dibeli dalam iklan esia pada gambar 3.4. dan gambar 3.6. Pada contoh ini, dalam Koran Kompas pada hari Rabu – Jumat (14-16 Juni 2006) pada hari Rabu dan Kamisnya, esia menampilkan iklan dengan gaya komunikasi yang kritis. Total ada 4 iklan cetak yang isinya mewakili 4 pribadi di Indonesia yang terhambat untuk berkomunikasi karena mahalnya biaya telepon. Di iklan tersebut juga, esia mencoba berempati dengan menuliskan teks “di esia, seringkali kami bertanya-tanya, harus beginikah nasib orang Indonesia?” Tetapi, pada Kompas edisi Jumat, seluruh pertanyaan itu dijawab oleh esia. Hampir seluruh halaman Kompas pada hari itu dipenuhi dengan iklan esia dalam berbagai ukuran. Mungkin tidak banyak yang sadar, karena tampilan beberapa iklannya pun memang tidak menonjol. Di antara iklan-iklan tersebut, 4 iklan cetak utama menceritakan pribadi-pribadi (yang muncul di iklan hari-hari sebelumnya) yang berbahagia karena telah menemukan solusinya lewat esia. Sekitar 15 iklan lainnya ditulis dengan gaya beragam, dari tulisan di kartu pos, surat cinta, surat bisnis, secarik kertas lecek, SMS, e-mail, dll. Semua seakan-akan adalah testimonial dari para pengguna esia. Isi testimonial-nya tidak jauh berbeda dengan 4 iklan cetak utamanya.
Selain itu, penambahan ini juga menunjukkan dua kategori yang berbeda dari pengguna (seperti iklan Biore dimana mengeluarkan produk pembersih muka untuk beragam jenis kulit yang berbeda juga; kulit berminyak, kulit kering, kulit bersisik dll.)
Beberapa figur dari penambahan ini juga didasarkan pada kesalahan homologi dimana berisi bentuk yang berlawanan dari koresponden yang identik (paradoks). Contohnya adalah dalam sebuah iklan shampo pewarna rambut, pemoles muka dan semacamnya dimana produk ini hadir bagi wanita yang menerima makna perbedaan yang “paradoks” untuk berani menjadi wanita lain, dengan rambut yang pirang dan berwarna-warni, muka berwarna warni ketimbang warna rambut atau wajah aslinya seperti ditampilkan oleh iklan Pixy.
Figur dari supresi
Tipe lain dari figur retoris adalah figur supresi. Tipe ini merupakan tipe yang sangat jarang ditemui di dalam iklan dan lebih sulit dibandingkan dengan figur penambahan. Ketika figur supresi ini digunakan di dalam sebuah iklan, penerima, pelihat atau pendengar dari iklan tersebut harus memahami bahwa ada sesuatu yang hilang di dalam pesan tersebut dan sekaligus justru ia memberikan dan mengisi kekurangan tersebut di dalam dirinya. Contoh dari gambar supresi adalah iklan dimana (beberapa bagian dari) produknya, pemakai produk ataupun merek yang semuanya itu dihilangkan atau dihapuskan. Pemakai produk, sebagai contoh, akan terkejut ketika mengetahui iklan itu dari perusahaan mana atau merek dagang apa. Contohnya adalah sebuah iklan penyedia layanan komunikasi seluler (iklan tri) dengan satu lembar penuh di surat kabar hanya menuliskan sebuah tulisan “mau cari yang murah? Tunggu aja” tanpa ada penjelasan lain iklan ini mau mengiklankan produk apa dan merek apa. Hanya bisa diketahui pada edisi surat kabar beberapa hari kemudian setelahnya.
Beberapa tipe lain dari gambar supresi ini juga terkadang ditampilkan oleh iklan dimana beberapa bagian dari gambarnya dilukiskan dalam bentuk garis titik-titik sebagai contohnya diilustrasikan dalam iklan sebuah alat permainanan (Lego), dimana didalamnya seorang anak kecil digambarkan sedang membangun rumah dengan Lego, dan kemudian Lego berbentuk kincir angin digambarkan oleh garis titik-titik yang disandingkan dengan tulisan “pikirkan, apa yang bisa kamu buat dengan lebih banyak lagi Lego?”.
Beberapa hal lainnya adalah dengan membuat “suspense” yaitu dengan menahan beberapa pesan. Dalam iklan komersial untuk televisi menjadi sesuatu yang berbeda lagi dimana dibagi dalam dua bagian, bagian yang pertama muncul di saat awal dari “commercial break” atau jeda iklan, dan yang kedua muncul setelah seri dari iklan komersial lainnya muncul. Lebih lanjut, sebuah kemungkinan untuk meletakkan dua elemen yang bertolak belakang yaitu untuk mengekang satu elemen yang berlainan. Contohnya adalah dalam iklan Sonny dimana produk-produk dari Sony dibandingkan dengan produk kompetitornya, dimana produk kompetitornya itu disupresi. Atau dalam iklan detergen baju Attack, yang menampilkan sebuah percobaan pembandingan dengan sabun cuci lainnya di depan ibu-ibu rumah tangga, lalu menampilkan bawa Attack “mencuci” dengan lebih baik ketimbang kompetitornya.
Figur dari subtitusi
Figur dari subtitusi ini khususnya adalah dalam bentuk metafor dan metonimi dimana kerapkali digunakan dalam iklan. Tipe dari figur retoris ini adalah sebuah kerangka prinsipil bagi iklan untuk mengkomunikasikan dan menyampaikan pesan-pesannya dalam bentuk yang orisinil dan cara yang puitis.
Contoh yang paling sederhana dari subtitusi ini adalah ketika satu elemen disubtitusikan (diubah) oleh elemen itu sendiri. Kesulitan dari figur ini adalah bagaimanapun juga subtitusi ini harus dirasakan meskipun faktanya elemen yang disubtitusi itu masih identik. Secara umum, pada akhirnya ada tingkatan perubahan dalam unsur tersebut dalam penggunaan hiperbola atau hal lain yang dilebih-lebihkan, penekanan ataupun bahkan keterangan yang justru mengecilkan persoalan. Kata-kata yang hiperbola sangat sering muncul dalam iklan. Contohnya adalah pada kata-kata seperti “besar”, “lebih besar”, “fantastic”, “super”. “heboh”, “luar biasa”, dan “terbesar”, yang muncul dalam judul-judul sebuah iklan. Bandingkan dengan iklan “Untung Beliung” pada iklan Bank BRI, “Gebyar BCA” pada Bank BCA. Selain tulisan dan kata-kata, gambar yang hiperbola pun tampil dalam objek yang dibesar-besarkan, contohnya adalah membesar-besarkan tampilan dan pelukisan sebuah produk seperti botol minuman ringan yang dipegang kemudian membesar (iklan Fanta). Atau orang yang kakinya bisa menjadi sedemikian panjangnya (iklan Nikon).
Dalam metafor, relasi antara dua konsep (pokok pembicaraan “topic”dan kendaraan yang dipakai “vehicle”) dapat dipahami dalam kesamaannya dengan analogi. Di dalam pesan iklan, metafor kerapkali digunakan untuk menekankan sebuah kualitas tertentu dari produk (pokok pembicaraan) dengan representasi dari tanda ikonik ataupun simbolik (kendaraan yang dipakai) yang memiliki kualitas yang sama. Sebagai contoh dari gambar metafor adalah dalam iklan tissue (Paseo) dimana seekor bebek yang dilukiskan disana digunakan untuk menekankan kelembutan dari tissue tersebut. Bahkan, dalam iklan Axe, metafor pemakaian bentuk ulir mur yang mendekati mur yang berdiri tegak ternyata sangat efektif dalam menggambarkan keadaan pria yang memakai pewangi badan Axe dan wanita-wanita yang mendekatinya, bahkan dalam metafor di ruang pengakuan dosa dengan banyaknya wanita yang mengantri untuk mengaku dosa, mau menunjukkan betapa dahsyatnya pengaruh pemakaian Axe terhadap perempuan di sekitarnya yang kemudian mengantri menghampiri.
Bila metafor berjalan melaui sifat-sifat transposisi dari satu bidang realitas ke bidang realitas yang lain, maka metonimi bekerja dengan mengasosiasikan makna ke dalam bidang yang sama. Definisi dasarnya adalah membuat bagian hal yang partikulir menjadi keseluruhan. Representasi realitas pastilah menggunakan metonimi: kita memilih satu bagian “realitas” untuk menunjukkan keseluruhan realitas. Latar perkotaan dalam serial kriminal di televisi adalah metonimi, di sini, gambar jalan tidaklah dimaksudkan untuk menunjukkan jalan itu sendiri melainkan sebagai metonimi untuk jenis tertentu kehidupan kota yaitu kumuhnya pusat kota, indahnya daerah pinggiran kota atau canggihnya pusat kota. Umberto Eco melihat metonimi ini dalam dua tipe, yaitu sebagai atribut atau kualitas yang berdiri sebagai entitas bagi sesuatu dimana ia berada dan yang kedua adalah sebagai entitas yang berdiri untuk atribut atau kualitasnya sendiri secara keseluruhan (seluruh bagian-bagiannya).
Contoh tipe pertama dari metonimi dalam iklan adalah iklan dari The Singapore National Tourism Board dengan gambar bangunannya yang khas di Singapore, atau Belanda dengan gambar kincir angin, Australia dengan Gedung Opera-nya, Paris dengan menara Eifel-nya, dan Malaysia dengan Petronas-nya, ataupun juga metonomi ini tampil pada merek yang berdiri untuk sebuah produk tertentu, sebagai contohnya slogan “my first Sony (walkman Sony), “Peugeot? Sure!” (mobil Peugeot). “Yamaha, touching in your heart” (motor), “Nokia, connecting people” (handphone), “Philips terang philips terang terus” (lampu Philips).
Selain itu, dalam tataran metonimi ini, wanita seringkali direpresentasikan juga di dalam sebuah iklan dengan beberapa bagian dari tubuhnya seperti mata, tangan, bibir atau kuku-kukunya. Seperti ditampilkan oleh iklan lipstik dengan gambar bibir wanita dan lipstiknya. Demikian juga pada kemasan sebuah produk pun bisa menunjukkan keseluruhan produk yang dimaksud, sebagai contohnya adalah kemasan pada sebuah laptop Ferrari yang berwarna merah dengan lambang kudanya di tengah laptop, di sini, laptop ini menyinggung sebuah tim balap mobil yaitu Ferrari.
Tipe kedua dari metonimi ini adalah produk yang ditempatkan di lingkungan, kegiatan dan situasi yang pasti. Melalui pengasosiasian dengan situasi ini, konsumer memiliki anggapan akan kualitas yang pasti juga (atau gambar yang pasti dan personalitas yang pasti) dari produk tersebut. Tipe metonimi ini seringkali digunakan dalam iklan rokok, kosmetik, makanan ataupun minuman dan lainnya. Contohnya adalah dalam iklan Pepsi, anak muda yang tersenyum dan bergaya sporty ditampilkan bersama dengan gambar produk pepsi, pelukisan ini digunakan untuk menciptakan gambaran kesehatan dari produknya yang diminum oleh anak muda, bahwa pepsi layak untuk dikonsumsi oleh anak muda yang “gaul” dan sporty. Atau dalam iklan Marlboro, yang menampilkan penunggang kuda dan situasi petualangnya mau menggambarkan juga nuansa petualangan dari merek rokok dari produk tersebut. Dan rokok Sampoerna A-mild dengan suasana latar sebuah grup band dengan personilnya beranggotakan adalah artis-artis yang dikenal anak muda saat ini mau menghadirkan nuansa itu dari mereknya.
Selain itu, elemen di dalam iklan juga dapat disubsitusikan dengan menghubungkannya dengan elemen yang lain melalui relasi yang berlawanan (sebuah antitesis yang implisit). Untuk mengekspresikan kehebatan sebuah perusahaan yang menawarkan produk bisnisnya, antitesis antara situasi sebelum dan sesudah penggunaan produknya sering ditampilkan, meski kerapkali hanya menunjukkan terminologi yang pertama dari antitesis tersebut. Contoh lain dari antitesis yang implisit ini ditunjukkan juga oleh iklan kampanye sebuah minuman berenergi seperti Kratingdaeng, yang menunjukkan hanya situasi yang buruk saja dari orang-orang yang tidak membeli produknya, atau pada iklan sebuah Factory Outlet yang menggambarkan betapa orang yang tidak pernah ke tempatnya itu menjadi terasing dan kurang pergaulan dengan dunia saat ini. Atau juga ditunjukkan dalam figur yang paradoks dimana sebuah iklan menyampaikan ide makna yang berkebalikan. Contohnya adalah pelukisan sebuah kotak besi yang hancur seperti botol yang pecah sesungguhnya mau mendemonstrasikan kekuatan dari kotak besi yang ditawarkannya.
Figur dari pertukaran.
Figur dari pertukaran ini memodifikasi relasi antara beberapa elemen dari proposisi. Figur ini lebih sulit untuk dianalisa dari figur retoris lainnya. Dengan pembalikkan sebagai contohnya, elemen dalam iklan tetap sama, tetapi pesan dan kapasitasnya telah berubah. Sebagai contoh, sebuah produk akan ditampilkan justru kebalikannya atau ukuran relatif manusia dan produk diubah menjadi kebalikannya. Contohnya, orang yang kecil dilukiskan justru untuk produk yang besar. Selanjutnya, kemiripan bentuk antara dua elemen (abstrak dan kongkret) diciptakan di sini. Di dalam iklan, kesamaan formal sangat mungkin dibentuk diantara objek yang kongkret dan idea yang abstrak. Contohnya adalah dalam iklan layanan masyarakat yang menggambarkan bohlam lampu yang menyala dengan ajakan hemat energi. Di sini, konsep abstrak (hemat) dilukiskan melalui gambar bohlam lampu.
Contoh dari pertukaran antara elemen-elemen yang berlawanan adalah seperti pelukisan ayah dan anak balitanya yang saling bertukar majalah, atau anak kecil yang memakai pakaian dan sepatu orang dewasa (iklan softener SoKlin). Demikian juga pertukaran dalam hubungan yang paradoks, antara dua elemen yang bertolak belakang dimana dua hal yang tidak tepat justru dikombinasikan dalam sebuah slogan untuk produk iklan itu sendiri. Seperti pada iklan dengan slogan “The Giant Suzuki” yang sesungguhnya adalah “Giant” mobil kecil dari Suzuki Swift.
Sep 3, 2008
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment